Turki dalam Cerita
Bagian
satu
Karena
tidak mungkin saya tulis langsung, maka untuk perjalanan kali ini akan saya
posting dalam beberapa bagian
“Kadang
kamu meminta sesuatu pada Allah, tapi Allah kasih bukan yang kamu minta. Tapi
yang terbaik untukmu.”
Masih
teringkat jelas saat berada di tahun pertama di bangku perkuliahan. Fase dimana
ambisi masih sangat besar. Saya menuliskan 100 mimpi dalam dua lembar kertas
yang kemudian agar semangat dan ingatan selalu terjaga, kertas itu saya tempel
di dinding kamar indekos. Sangat jelas sekali salah satu mimpi saya pada waktu
itu adalah “2018 goes to Eropa”.
Tiga
tahun berlalu, dan kini mimpi itu nyata.
Pada
awalnya kakak tingkat saya di kampus, aku biasa memanggilnya dengan sebutan mba
Luki memberiku kabar bahwa ia mendapat info terkait Konferensi Intersional di
Turki. Ia mendapat info tersebut dari website yang memang gudangnya informasi
kegiatan Internasional yaitu conferencealerts.com
Setelah
ngepoin acara tersebut akhirnya kami
tertarik untuk berpartisipasi. Karena memang tema dari kegiatan tersebut masih nyambung dengan jurusan kami yaitu
tentang arsitektur dan budaya. Saya tidak hanya berdua, tetapi juga mengajak
adik tingkat buat bergabung. Fitra namanya.
Setelah
berdiskusi panjang akhirnya kami sepakat untuk mengangkat tema Majapahit.
Tentang rumah Majapahit, ancaman industri batu bata di daerah Trowulan yang
notabene masih masuk wilayah cagar budaya, dampak keberadaan industri serta
langkah yang diambil oleh pihak terkait dalam upaya menjaga warisan budaya. Alhamdulillah
proses pembuatan abstrak lancar, tinggal kami konsulkan ke seorang teman yang
expert di Bahasa Inggris. Karena memang ketentuan dari pihak penyelenggara
abstrak harus menggunakan bahasa Inggris.
Oh
iya, nama kegiannya itu International Conference on Tourism and Architecture
(ITCAC) yang diselenggaraan oleh Karabuk University serta bekerjasama dengan
Bukhara University. Bagusnya kegiatan konferensi ini adalah dipegang langsung
oleh Dekan Fakultas Tourism dan untuk committenya juga beberapa profesor dari
berbagai universitas di Turki. FYI, Safranbolu ini letaknya bukan di pusat
kota. Perlu waktu sekitar 1 jam naik pesawat atau sekitar 7 jam menggunakan
bis. Jangan ditanya soal keapikannya. Buat pecinta sejarah seperti saya dan 2
kawan saya, Safranbolu ini wajib masuk list tempat yang kudu didatengin. Karena
disini terdapat kota tua yang juga telah masuk ke dalam World Herritage yang
ditetapkan oleh Unesco.
Singkat
cerita setelah penatian panjang, setelah
kami menerima LOA dari panitia, kami segera membuat proposal dana yang diajukan
kepada pihak fakultas. Pasca drama panjang alhamdulillah di acc. Selain itu buat kalian (khususnya mahasiswa
Universitas Airlangga) kalian bisa mencoba untuk mengajukan permohonan dana di
Pusat Pengelolaan Dana Sosial Unair (PUSPAS). Walaupun tidak 100% akan diacc,
setidaknya kalian sudah mencoba. Hingga saya menulis pengalaman ini, saya juga
masih belum mendapatkan kepastian dari sana. Hehehe
Langkah
selanjutnya adalah pembelian tiket pesawat. Sebenarnya ini untuk kedua kali
bagi saya berurusan dengan pertiketan tujuan ke Luar Negeri. Namun kali ini lebih rumit ternyata. Kalau
orang yang memiliki bisnis bilang “untuk mencai target, kita harus memiliki
strategi”. Ya, benar!. Untuk mendapatkan tiket pesawat yang murah harus
memiliki strategi pula. Wkwkwkwk apaan sih nia J. Langkah
pertama, jika kalian akan bepergian jauh, seperti pengalaman saya ke Turki,
usahakan jangan melakukan penerbangan langsung dari Indonesia. Karena pasti
akan memakan biaya mahal. Jadi untuk itu saya membeli tiket dari Surabaya –
Kuala Lumpur, baru Kuala Lumpur – Istanbul.
Oke
lanjut. Hari yang ditunggpun datang. 20 Oktober 2018 saya dan 2 kawan lainnya
terbang ke Malaysia. Sampai disana sekitar 9 malam dihari yang sama dan
penerbangan ke Istanbul saya esok paginya. Otomatis saya harus bermalam di
Bandara KLIA. Mengutari bandara negara orang, keluar masuk toko berbelanjaan,
hingga mata saya menemukan minimart “Seven Eleven”. Bahagianya luar biasa. Akhinya
saya akan makan (Dasar Mahasiswa wkwkwkwk). Pagi harinya di tanggal 21 Oktober
2018 sebelum flight ke Istanbul saya menyempatkan untuk sarapan pagi dahulu.
Selesai
makan saya, fitra dan Mba luki segera munuju tempat counter check in. Kalau teman-teman
tau memang minimart seven eleven ini searah dengan check in “Penerbagan
Antarbangsa” jadi ya saya santai-santai saja meskipun ngga tau kenapa tiba-tiba
punya bad feeling.
DUAARRRRR
!!!!! ternyata benar. Setelah saya menghampiri papan besar yang berisi jadwal
penerbangan ke berbagai tujuan, TIDAK ada tujuan menuju Istanbul. Mulai was-was
karena jam yang sudah menunjukkan pukuk 08.20 sedangkan penerbangan saya adalah
jam 09.30. Dengan segera akhirnya saya bertanya ke resepsionis dan ternyata
penerbangan saya berada di Terminal satunya. Penerbangan antarbangsa yang
dimaksud di tempat saya check in hanya penerbangan domestik Malaysia dan tujuan
negara ASEAN. Wajah mulai panik, kami bertiga segera turun kebawah untuk
membeli tiket kereta cepat. Tiket sudah ditangan, namun kereta ta kunjung tiba
juga. 20 menit kemudian kami berhasil naik. Sedikit lari-lari dengan tas ransel
yang berat dan koper ditangan sampailah di counter check ini Oman Air. Dan
benar kami bertiga adalah penumpang terakhir yang melakukan check ini di
penerbangan ini.
Sesampainya
di imigrasi antrian sangat panjang. Padahal penerbangan saya tinggal 20 menit
lagi. Panik maksimal, kami bertanya pada petugas, bilang jika penerbangan
kurang sebentar lagi. Setelah berdebat panjang akhirnya kami diperbolehkan
melawati imigrasi di kelas bisnis. Lagi-lagi gate penerbangan berada di 21C. Naik
kereta lagi, nunggu kereta lagi. Sesampainya di gate tanpa basa basi lagi segera
menuju pesawat karena pesawat akan take of dalam waktu kurang 15 menit lagi.
Sesampainya
di dalam saya langsung menaruh koper dan tas dan duduk. Ini akan menjadi
penerbangan terlama saya selama ini. 7 jam menuju Oman, transit 6 Jam di Oman
dan 6 jam menuju Turki.
Ya
sangat menegangkan sekali dan penuh drama. Okey sekian dulu see you in next
story Perjalanan menuju Safranbolu Turki.
0 komentar