Reaktualisasi Cerita Rakyat Pak Sakera : Upaya Meningkatkan Nasionalisme pada Anak di Jawa Timur Melalui Komik
Foklore seperti
apa yang dikatakan oleh Prof. James memiliki cakupan yang sangat luas. Foklore
tidak sama dengan tradisi lisan, baginya cakupan tradisi lisan sangat kecil,
hanya berupa cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat. Lebih
dari itu, foklore memiliki cakupan yang lebih luas yang didalamnya termasuk
tarian rakyat dan arsitektur rakyat.[1]
Salah satu foklore yang terkenal di kalangan anak-anak adalah cerita rakyat.
Cerita rakyat
sudah menjadi bagian dari khazanah budaya dan sejarah yang dimiliki oleh setiap
bangsa termasuk Indonesia. Cerita rakyat juga bisa diartikan sebagai bentuk
dari ekspresi budaya suatu masyarakat melalui tutur bahasa yang berhubungan
langsung dengan berbagai aspek budaya serta nilai sosial dari masyarakat
tersebut. Berbicara mengenai foklore
Sudah
berpuluh-puluh tahun yang lalu masyarakat Indonesia mengenal cerita rakyat
maupun mitos, bahkan telah menjadi setengah dari sejarah hidup mereka. Cerita
ini bahkan sudah kita dengar sejak kecil dan untuk menjaga keutuhan ceritanya
terus disampaikan dari mulut ke mulut kepada generasi selanjutnya. Setiap cerita
rakyat memiliki pesan moral, seperti yang terdapat pada cerita rakyat asal
Sumatra, yakni Malin Kundang. Dalam cerita tersebut terdapat pesan jangan
sampai seorang anak tidak patuh kepada orang tuanya. Kisah seorang anak yang
durhaka kepada ibunya yang kemudian dikutuk menjadi batu ini sangat fenomenal
di kalangan anak-anak di berbagai daerah. Oleh karena itu sering mendengar
cerita tersebut, secara tidak sadar telah tertanam di dalam diri mereka untuk
selalu patuh kepada orang tua. Cerita rakyat bahkan telah menjadi alat
legitimasi, seperti cerita Si Pitung yang berasal dari tanah Betawi. Dalam
cerita ini dikisahkan seorang jagoan asal Betawi yang sangat pemberani dan
berilmu sakti yang menentang bahkan melawan pemerintah Belanda di Batavia.
Begitupun
di Jawa Timur berkembang kisah heroik seorang pemuda yang gagah perkasa dan
memiliki keistimewaan serta kekuatan supranatural yang tubuhnya kebal dari
benda tajam. Cerita ini dikenal dengan nama cerita folklor Pak Sakera. Cerita
Pak Sakera lahir di Pasuruan, namun beliau lebih terkenal di Pulau Madura. Hal
ini berkat darah keturunan beliau yang berasal dari Madura dan ber imigrasi ke
Madura. Dalam cerita disebutkan bahwa beliau adalah seorang tuan tanah (mandor)
serta dianggap sebagai tokoh pelindung masyarakat Madura. Beliau melawan
pemerintah Belanda dan melindungi masyarakat kelas bawah. Beliau juga dikenal
kebal dari berbagai senjata tajam. ( footnote wawancara dengan Muhammad Rusdi,
tanggal 26 april 2017 di jalan sawah pulo 2/19)
Dalam
masyarakat Madura, penggunaan kekerasan fisik dalam menyangkut kehormatan
mereka merupakan ciri khas mereka. Oleh karenanya, orang luar sering takut dan
menganggap orang Madura keras. Demikian dengan cerita pak sakera yang sering
diidentifikasikan dengan carok khas orang Madura.(footnote Latief Wiyata,
carok: konflik kekerasan dan harga diri orang madura, (Yogyakarta: LKiS, 2002),
hlm. 18-19.) Bagi masyarakat Madura, Pak Sakera identik dengan
harga diri dan simboli dari nilai nasionalisme.
*****
Seiring berkembangnya zaman, kemajuan
teknologi yang sangat luar biasa telah membawa dampak bagi setiap orang di muka
bumi ini, tanpa terkecuali anak-anak.
Seringkali mereka lebih tertarik menggunakan gadget daripada bermain dengan teman seumurannya. Mereka juga sudah
tidak lagi tertarik dengan yang namanya cerita rakyat maupun mitos yang
berkembang di masyarakat. Hal ini sedikit demi sedikit menggerus nilai
nasionalisme pada setiap anak.
Riset membuktikan sekitar 57% dari orang
tua mengatakan, anak mereka kebanyakan menghabiskan waktu seharian di depan
layar gadget, sedangkan 43% lainnya mengaku bahwa anak mereka telah memiliki
ikatan emosi dengan gadget yang
dimilikinya. Dalam sebuah survey juga terungkap bahwa lebih dari setengah orang
tua yang menjadi responden khawatir dengan tingkat publikasi konten seksual
yang ditayangkan di gadget anaknya.
“Rata-rata anak telah menghabiskan waktu lebih dari tiga jam untuk berkutat di
depan layar gadget. Biasanya mereka
bermain games, melihat video atau YouTube, dan berinteraksi di sosial media,”
ujar Profesor Sonia Livingstone dari London School of Economic.[2]
Ada sebuah fenomena menarik akibat hal tersebut.
Anak-anak bebas dan dengan mudah mengakses berbagai informasi dari belahan
bumi. Melalui media gadget mereka
mengenal cerita-cerita dari negeri Jepang, Amerika, dan lainnya. Saat ini
anak-anak di Indonesia lebih menyukai cerita seperti Naruto, Spiderman, Barbie, Ariel, dan Frozen daripada membaca cerita asli Indonesia seperti cerita Pak
Sakera. Perubahan fenomena tersebut membawa dampak yang cukup serius pada
perubahan karakter anak yang kemudian lebih mengikuti karakter cerita-cerita
dari luar negeri. Hal ini berdampak pada terkikisnya rasa nasionalisme atau
cinta tanah air.
*****
Bertitik tolak dari fenomena di atas,
muncul sebuah ide untuk membangkitkan ingatan anak-anak melalu cerita Pak
Sakera dalam bentuk komik sebagai metode baru yang bertujuan untuk melestarikan
cerita rakyat dan juga membentuk karakter anak melalui sastra anak. Aspek
kebahasaan yang kemudian dikaji untuk dapat melihat bagaimana sebuah teks dan
gambar, dalam hal ini komik Pak Sakera mampu mentransfer ideologi dalam
masyarakat kepada anak-anak sebagai target pembaca komik ini.
Pelestarian tidak akan dapat bertahan
dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan tidak menjadi
bagian nyata dari kehidupan kita. Para pakar pelestarian harus mengesampingkan
egonya untuk turun dari menara gadingnya dan merangkul masyarakat. Pelestarian
jangan hanya tinggal dalam buku tebal karya para intelektual dan
diperbincangkan dalam seminar. Akan tetapi pelestarian harus hidup dan
berkembang di masyarakat. Pelestarian harus diperjuangkan oleh masyarakat luas.
Melalui komik Pak Sakera ini, diharapkan mampu
mengajak kalangan anak-anak yang ada di Indonesia khususnya di wilayah Jawa
Timur untuk semakin memahami nilai nasionalisme dari simbolisasi cerita Pak
Sakera. Dalam komik ini diceritakan kisah Pak Sakera dengan nilai nasionalisme
yang lebih dominan sebagai upaya pencegahan degradasi moral yang ada di
kalangan anak-anak terlebih di era global sekarang.
Urgensi dari reaktualisasi komik Pak
Sakera ini adalah untuk membangun serta membangkitkan budaya membaca di
kalangan anak-anak Indonesia, karena kepekaan akan membaca dan menulis menjadi
kebutuhan penting bagi mereka. Ibarat manusia yang membutuhkan oksigen untuk
bernafas, seperti itulah pentingnya hal ini. Jika dilihat ke depannya kemajuan
sebuah bangsa dapat diukur melalui membaca dan menulis, karena dengan membaca
dan menulis dapat membuka cakrawala pemikiran dan pengetahuan seseorang.
Kemajuan teknologi dan globalisasi saat ini, tidak monoton membawa dampak
negatif bagi anak-anak, jika dapat disikapi dengan bijaksana. Pentingnya akan
nilai sebuah nasionalisme juga perlu ditanamkan kembali kepada generasi muda
seperti anak-anak ini, karena jika dilihat ke belakang the founding father kita juga mempelopori kemerdekaan dan
kebangkitan dengan mendalami budaya literasi.
Budaya membaca buku cetak berskala lokal
dianggap lebih konvensional oleh masyarakat yang akhirnya secara perlahan mulai
beralih ke e-book dan bacaan online yang lebih modern, karena
dianggap dapat mengembangkan pengetahuan masyarakat dan lebih ekonomis daripada
membeli buku cetak. Salah satu cara untuk menanggulangi masalah ini yakni
dengan memberikan pemahaman bahwasanya tidak semua karya terbitan asing
berbobot dan berkualitas. Banyak karya lokal yang mampu bersaing dengan karya
asing. Buku literasi khas Indonesia untuk anak-anak adalah cerita yang
berkembang di Nusantara pada umumnya. Cerita ini berkembang di kalangan
masyarakat daerah tertentu dan disebarluaskan secara lisan dengan menggunakan
bahasa daerah masing-masing sesuai dengan asal cerita daerah tersebut.
Cerita ini berkembang karena pengaruh
timbal balik dari faktor-faktor sosial kultural dan mengandung pikiran tentang
nilai yang harus menjadi panutan masyarakat yang bersangkutan dalam menyikapi
perilaku sehari-harinya. Namun tidak semua cerita ini dibukukan sehingga
masyarakat harusnya dapat mengekspos cerita ini, seperti layaknya cerita Pak
Sakera yang lebih terkenal di Madura. Oleh karena itu, tidak hanya sebagai
sarana mengekspos saja, tetapi juga agar dapat berkembang dan bersaing dengan
cerita asing yang secara global sudah masuk di Indonesia.
Perkembangan komik yang kini dapat dijumpai di
hampir semua toko buku membuat persebaran cerita melalui komik lebih
digandrungi masyarakat dan terlebih anak-anak. Dengan bentuk artistik yang
lebih bagus dan model cerita hero lebih mudah diterima oleh kalangan anak-anak.
Sudah sewajarnya komik ini mampu
dijadikan acuan oleh seluruh generasi muda, khususnya anak-anak. Bukan lagi
sekedar membaca sinopsis saja untuk mengetahui isi dari cerita tersebut, tetapi
mulai dari halaman awal sampai akhir. Melalui komik ini juga diharapkan
tercipta revolusi mental yang dapat berakar kuat di jiwa generasi muda untuk
menjadikan bangsa Indonesai lebih maju dan berjiwa nasionalisme.
Ide komik ini kemudian akan
direalisasikan melalui kerja sama dengan seniman komik yang mampu menciptakan
karya komik sesuai dengan ide penulis. Dimana sasaran penulis adalah anak-anak,
maka hasil karya komik ini nantinya diharapkan mampu menarik minat anak-anak
dalam membacanya. Tanpa melupakan nilai nasionalisme yang diangkat oleh penulis
dalam karya komik ini.
Melalui
value yang terdapat dalam komik Pak
Sakera ini diharapkan mampu menjadi landasan dasar untuk membentuk kepribadian
anak untuk mengenal tokoh pahlawannya yang mengajarkan akan rasa cinta tanah
air atau nasionalisme bangsa.
Value ini disampaikan dari pesan
sejarah (cerita Pak Sakera), fakta keilmuan yang dikaitkan dengan Negara,
hal-hal yang membanggakan, harapan atau impian bangsa, bahkan bisa juga
identitas sosial seperti suka dan agama.
Epilog
Seiring
dengan kemajuan teknologi saat ini diharapkan kehadiran komik Pak Sakera ini
dapat berkembang hingga ke multimedia berbasis android yang mampu di akses oleh seluruh kalangan luas melalui gadget. Secara garis besar, pengertian gadget adalah obyek teknologi seperti
perangkat atau alat yang memiliki fungsi tertentu, dan sering dianggap sebagai
hal yang baru. Gadget selalu dianggap
sesuatu yang tidak biasa atau sesuatu yang dirancang secara cerdik melebihi
objek teknologi normal yang ada pada saat penciptaannya. Gadget juga dianggap sebagai kebutuhan pokok di era global saat ini. Oleh karenanya
diharapkan agar tidak hanya anak-anak saja yang nantinya mampu mengakses komik Pak
Sakera ini, namun juga kalangan orang dewasa dan masyarakat luas. Diharapkan
dengan komik Pak Sakera yang berbasis digital pun mampu mengubah pola pikir
masyarakat umum bahwasanya komik dengan cerita rakyat mampu bersaing di era global. Begitu maraknya arus globalisasi
dari asing tidak akan mengurangi nilai dari ciri khas bangsa Indonesia yang
santun dan berminat, serta menambah rasa nasionalisme di diri bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja, James.
2007. Folklor Indonesia Ilmu Gosip,
Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PT. Temprint.
Kartono,
Kartini. 1982. Psikologi Anak.
Bandung: Penerbit Alumni.
Rusdi, Muhammad. 2017. “Interview Cerita Rakyat Pak Sakera”.
Jl. Sawah Pulo 2/19
Rumiyati. 2017. “Interview Asal Usul Pak Sakera”.
Komplek Sidotopo 2/1A
Wiyata, Latief. 2002. Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri
Orang Madura. Yogyakarta: LKiS.
[1] James
Danandjaja, Folklor Indonesia Ilmu Gosip,
Dongeng, dan lain-lain, (Jakarta: PT. Temprint, 2007), hlm.5.
[2] http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/676923-survei-50-persen-bocah-zaman-sekarang-kecanduan-gadget diakses pada 26 April 2017 pukul
01.56
0 komentar